Minggu, 31 Januari 2016

Mulai Bergerak

Sedangkan kegiatan saya hari ini adalah outbound bersama teman pemuda-pemudi dan anak-anak di desa saya. It was fun, totally fun. Saya bersyukur akhirnya kegiatan seperti ini ada lagi setelah sekian lama hilang, ditambah lagi sekarang saya yang menjadi salah satu panitianya, bukan pesertanya.
Ya, pemuda di desa saya sejak minggu-minggu kemarin mulai bergerak. Hanya beberapa orang. Saya salah satunya. Mengaktifkan diri untuk turut membangun desa, katanya. Ah mulia sekali kedengarannya. Memang hal seperti ini sudah saya nanti sejak lama. Akhirnya bersemi di tahun 2016. Saya harap ini awal yang bagus, tak pernah putus, dan berlanjut terus. Semoga.

Gagal di Hari-Hari Terakhir

Sudah berapa hari saya tidak menulis? Rupanya saya gagal diproyek ini, nyatanya saya tidak bisa menulis setiap hari sampai akhir.

Beberapa hari ini saya banyak kegiatan, itulah sebabnya. Alhamdulillah sih, jadi saya enggak gabut  terus di rumah saja, tapi karena hal itu juga sesampainya si rumah rasanya ingin segera beristirahat dan tidur saja. Apalagi, kegiatan-kegiatan tersebut menimbulkan banyak pikiran bercokol di benak saya. Seharusnya sih, saya justru bisa memanfaatkannya untuk membuat bahan tulisan, tapi ternyata saya malah memilih untuk menimbunnya sementara waktu cukup di pikiran (dan hati) saja.

Beberapa hari yang lalu saya sempat ingin menuliskan betapa kagumnya saya dengan seorang bernama Fiersa Besari yang biasa dipanggil Bung Fiersa oleh teman-temannya atau pun penggemarnya. Saya kagum akan karya-karyanya. Sebetulnya saya belum lama tahu tentang beliau, sekarang pun iya. Saya hanya tahu kalau ia pandai bermusik dan merangkai kata yang bijak serta penuh makna. Ia juga membuat semacam jurnal di Instagram pribadinya, dan sejak tahu akan hal itu saya mulai mengikutinya dan tertarik untuk membuat jurnal keren semacam itu, yah walaupun saya tidak bisa membuat yang sebagus itu tapi setidaknya saya membuatnya untuk belajar.

Rabu, 27 Januari 2016

Catatan 10 November

Minggu ini banyak sekali pelajaran yang kudapat. Karena itu juga aku sadar kekuranganku masih sangat banyak. Salah satu yang kusadari adalah aku malas berfikir saat sedang berdiskusi atau kumpul bareng. Padahal, minggu ini banyak orang baru yg kutemui. Perasaan negatifku pun kembali lagi. Aku takut tidak bisa survive. Namun di sisi lain justru aku tahu kalau aku mestinya belajar lebih keras lagi, terutama kepada orang-orang sekitar, terutama untuk hal-hal kecil yang mendasar. Yang paling penting, aku harus menghilangkan kemalasanku. Aku harus total disetiap momen yang aku alami. Karena apabila tidak, aku akan jatuh tergerus arus, tertinggal oleh mereka yang terus melangkah dengan seribu niat mereka. Selamat berproses kawan. Doakan aku bisa seteguh kalian, doakan aku bisa sehebat kalian.

Tertanggal 10 November 2015

Catatan Awal Kuliah

Seperti sebelum-sebelumnya, aku agak sulit beradaptasi dengan lingkungan baru. Di sini orang-orangya berasal dari berbagai daerah, ada yang dari Medan, Jambi, Malang, Solo, Salatiga, Purworejo, sampai dari Jogja sendiri. Walaupun begitu, aku kira sifat sikap mereka nggak jauh dari orang-orang yang pernah aku kenal sebelumnya. Sekarang aku merasa sedikit terasingkan, tapi aku harap aku bisa lebih berani.

Catatan pada saat hari ketujuh kuliah.

Senin, 25 Januari 2016

Bermalam Bertiga

Malam ini saya bermalam di kos teman, bertiga. Rencananya mau nunggu jam 00 untuk melakukan ritual satu tahunan kita....yaitu KRSan haha. Iya, katanya KRSan nya itu harus cepet-cepet kalau mau dapat dosen yang enak.

Cukup senang akhirnya saya bisa menghabiskan waktu bersama teman-teman dekat setelah sekian lama sendiri (halah). Pokoknya malam ini kita cerita banyak sambil minum cokelat panas, lalu nonton film. Saya cuma bisa bersyukur saja untuk hari ini, karena saya tidak mau membuat ekspektasi yang berlebihan lagi untuk kedepannya seperti kemarin-kemarin. Cukup nikmati saja saat ini. Selamat malam.

Minggu, 24 Januari 2016

Iri dan Syukur

Baru pukul dua puluh dua lebih sembilan belas menit sewaktu saya mulai menulis dan saya sudah mengantuk. Tapi tidak apa-apa, itu kemajuan bagi saya yang suka tidur pagi-pagi usai tengah malam.

Hari ini saya melakukan kegiatan rutin saya di hari minggu yaitu mengajar anak-anak desa saya bersama beberapa pemuda lainnya. Lalu saya hanya santai-santai saja di rumah kemudian membaca buku The Naked Traveler yang ternyata sudah saya baca sebelumnya._. Tapi tetap menarik kok. Lalu saya  kepo membaca buku Petualangan Huckleberry Finn yang ternyata model-model sastra klasik gitu, kayak Serial Lima Sekawan. Saya baru membaca beberapa lembar, dan saya terhibur oleh bahasanya dan sepertinya ceritanya akan seru sekali.

Selain itu malam ini saya berpikir mengenai sesuatu. Saya selalu iri dengan teman-teman perempuan saya yang asik buat ngobrol, ramah, supel, cerewet dan sebagainya. Selalu iri melihat postingan di instagramnya yang selalu dipenuhi komentar-komentar jenaka masa kini oleh teman-temannya. Saya kebalikan dari sifat kebanyakan perempuan itu. Terlalu serius mungkin kiranya. Hal ini sudah saya ketahui sejak lama. Namun bagaimanapun caranya saya mencoba bersikap seperti mereka, akhirnya saya menyadari bahwa saya tidak bisa dipaksa menjadi seperti oranglain. Bukan saatnya hal itu untuk dipikirkan lagi. Sedih memang, tapi saya yakin kebahagiaan akan datang pada porsi yang tepat. Garis tangan setiap orang berbeda, begitupun takdirnya.

Eh selain itu saya juga iri dengan teman saya yang sekarang sudah punya usaha jualan dari nol dan sekarang sudah punya  semacam mini store di rumahnya. Bagi saya, itu keren banget. Sukses terus ya, Trid!

Malam ini juga, saya mendapatkan pelajaran dari seorang teman dekat. Sepertinya ia punya masalah yang besar dan rasanya masalah saya tadi bagaikan semut, sedangkan masalah teman saya bagaikan gajah. Yah saya belum tahu pasti masalahnya, tapi saya akan selalu mendukungnya dan menolongnya sebisanya. Yang paling penting saya harap dia tidak lupa untuk terus tersenyum.

Sudah dulu ya, malah bikin enggak ngantuk ini. Selamat malam, jangan lupa untuk selalu bersyukur di setiap keadaan. Assalamualaikum.

Senang Walaupun Capek

Maaf kalau judul dan isi tidak sesuai.
.
.
.
Saya mulai menikmati ritmenya. Mulai terbiasa menulis tiap malam. Yang semula terbebani oleh sebuah keharusan sekarang seolah menjadi seperti dongeng pengantar tidur. Menghibur, melelapkan tidur.

Sayangnya hari ini saya gagal melaksanakan project lainnya yaitu membaca buku. Padahal saya tadi sudah ke perpustakaan daerah, meminjam dua buah buku. Buku pertama miliknya mbak Trinity berjudul The Naked Traveler seri yang pertama. Bagi yang belum tahu bukunya pasti mikir itu kok 'naked'? Yah cari lagi di kamus deh apa aja arti kata 'naked'. Saya sudah pernah baca satu bukunya, entah Naked Traveler yang ke berapa. Saya suka bukunya karena temanya tentang travelling, selain itu bahasanya enak, mengalir, lucu juga.

Buku kedua yang saya pinjam berjudul Petualangan Huckleberry Finn karangan Mark Twain. Saya tertarik dengan buku ini karena rasanya saya tidak asing dengan nama pengarangnya. Dan setelah saya googling ternyata ia adalah penulis terkenal abad 19an asal Amerika. Dan setelah saya cari tahu lagi saya belum pernah baca karyanya yang lain, tuh. Tapi entah mengapa saya tetap merasa familiar. Alasan kedua adalah entah mengapa (lagi) saya terobsesi pada novel terjemahan yang tebal (itu kalau 559 halaman bisa disebut tebal, yah tebal kan relatif). Tidak tahu saya bakal menyelesaikan membaca buku ini berapa lama nantinya.

Dan kenapa saya tidak sempat membaca salah satu buku itu hari ini adalah karena sebagai awak magang yang baik saya harus mengerjakan tugas dari buls (red : SKM Bulaksumur) tercinta mulai pukul empat sore hingga pukul sepuluh malam kemarin (sekarang udah ganti hari aja*tears). Itu kelamaan lebih karena internetnya ngadat (otaknya juga sih). Terus kenapa ngepostnya tulisan ini udah jam segini? Karena emang saya barusan selesai, selesai ngetik lagi karena tadi kehapus semua*tears.

Oke, sekian cerita saya tengah malam ini. Bertemu di cerita selanjutnya. Assalamualaikum.

Jumat, 22 Januari 2016

Membaca Buku yang Bukan Seleraku

Saya sudah akan menyiapkan posisi terbaik saya untuk tidur, ketika teringat bahwa saya harus menulis. Keterlambatan saya dalam memublikasikan tulisan kemarin sangat saya sayangkan, dan berusaha sebisa mungkin untuk tidak mengulanginya.

Proyek lain yang saya rencanakan kemarin langsung saya lakukan hari ini.

Hari ini saya membaca sebuah buku yang saya pinjam dari teman saya. Saya tertarik meminjam buku itu karena sudah tahu pengarangnya, ia cukup aktif di media sosial twitter, dan saya pun mengikutinya. Saya belum pernah membaca bukunya padahal sudah lama saya penasaran tapi bukanya membeli bukunya malah lebih memilih untuk menunggu ada pinjaman. Meski cukup suka membaca, saya tidak pernah membeli buku. Jarang sekali. Tidak ada budget untuknya. Dan sekarang juga masih bermimpi kapan bisa seperti orang lain yang bisa mengoleksi banyak buku kesukaan....

Ah, ayo kembali lagi ke buku yang sudah saya baca hari ini. Buku itu tidak tebal, hanya sekitar 160 halaman. Bertemakan percintaan. Dan honestly saya tidak menyukainya. Ya kayak kalau kamu baca tulisan saya ini, ha. Karena itu saya tidak berani untuk menyebutkan judulnya, hehe. Alasan saya tidak menyukainya karena ceritanya yang galau-galau gitu, konfliknya biasa, dan alurnya cenderung datar. Sepanjang halaman hanya menceritakan tentang perasaan si tokoh utama, tidak ada konflik atau hal lain yang diceritakan. Ya itu sih, konfliknya kurang banyak/besar jadi nggak ngena di hati. Tidak ada rasa penasaran yang mendorong untuk terus membaca, akibatnya saya sempat malas untuk menyelesaikan namun akhirnya saya selesaikan. Dan yang paling penting saya nggak tahu hikmahnya atau nilai ceritanya apa padahal saya selalu cari itu di setiap buku yang saya baca. Atau saya yang bego saja? Tapi yah mungkin karena memang yang begitu bukan tipe saya. Mengingat si penulis buku ini adalah penulis yang sudah berpengalaman dan punya nama.

Proyek Lain

Pukul 23:39 WIB saya menyelesaikan membaca buku berjudul Sokola Rimba karya Butet Manurung (yang sepertinya juga sudah difilmkan). Tepat seperti perkiraan. Saya mengkalkulasi dari pukul 21.00 WIB tadi kurang 140 halaman jika saya ingin menuntaskan buku ini. Pukul 22.00  WIB saya sudah menyelesaikan 62 halaman yang kasarannya berarti satu halaman satu menit. Lama banget, ya? Katanya suka baca, tapi masih lambat saja membaca. Saya jadi makin termotivasi untuk melaksanakan project lain (selain project menulis ini) yang telah saya pikirkan beberapa hari ini yaitu membaca satu hari satu buku.

Rabu, 20 Januari 2016

Isi Tas Adikku


Tadi saya mencoba mengajak adik saya belajar. Seperti biasa ia menanggapi dengan malas-malasan. Lalu saya teringat saat suatu hari dia menanggapi pertanyaan Ibu mengenai mengapa ia malas belajar di rumah yang dijawabnya dengan kalimat “buat apa sekolah kalau nggak buat belajar” yang saya tangkap di sini yaitu  bahwa jika di kelas ia pasti memerhatikan pelajaran yang sedang disampaikan jadi rasanya ia nggak perlu belajar di rumah, gitu. Berbeda sekali dengan saya yang cenderung sulit untuk memerhatikan di dalam kelas karena berpikir saya masih bisa belajar sendiri di rumah. Entahlah mengapa saya lebih menyukai yang sunnah daripada terbebankan oleh kewajiban.

Lalu saya buka tasnya. Terkejutlah saya karena barang bawaannya sangat berat, dan setelah saya hitung total semua ada 25 buku di dalamnya. Bayangkan, dalam satu hari! Lalu saya melihat catatan-catatannya. Meski tulisannya seperti ceker ayam, tapi saya mulai memercayai perkataannya. Saya juga ajukan pertanyaan padanya dan ia bisa menjawabnya dengan lancar.

Hal itu membuat saya membandingkan keadaan saya saat ini dengannya. Di mana kesehariannya saya hanya membawa sebuah binder saja, buku referensi tidak diwajibkan di kelas saya manapun di semester satu ini. Jadi saya jarang meminjam buku diperpus, hanya pada saat tugas atau akan ujian saja itupun lalu dianggurkan tidak saya baca sama sekali.

Lalu saya teringat pada salah seorang teman yang mengeluhkan nilainya yang jelek dan sampai menyalahkan dosen atau something like that-lah. Lha, Lu aja nggak pernah masuk kelas masak mau dapat nilai bagus? Ke kampus tas nggak ada bukunya masa mau dapat B?

Enggak, bukan mau sok-sokan nuduh teman saya atau apa, malah itu pelajaran bagi saya sendiri. Iya, kuliah itu emang enak banget. Ke kampus enggak pakai seragam, kelas enggak dari pagi sampai sore, pelajarannya nggak sebanyak pas SD-SMP-SMA, dan bolos satu-dua kali masih boleh lah enggak pakai ribet ijin sana-sini. Saya pikir dengan itu juga membuat nilai juga lebih gampang, materi enggak terlalu banyak jadi walau pakai sistem belajar semalam sebelum ujian juga sanggup, enggak seperti SD-SMP-SMA yang materinya bejibun, plus otomatis itu materi yang kita sukai (buat yang enggak salah jurusan,sih). Jadi malah rasanya enggak pantas jika menyalahkan dosen atau keadaan jika nilai akhirnya jelek sedangkan effort-nya aja enggak segede anak SD jaman sekarang. Tapi kadang-kadang ada juga sih dosen yang kita enggak tahu darimana asal ngasih nilainya. Pokoknya, cuma Tuhan saja yang tahu pikiran dosen itu. Eh tapi itu mungkin karena saya baru semester pertama saja, jadi tugas masih belum banyak. Auk, ah.



Selasa, 19 Januari 2016

Keseharian Pengangguran [1]

Sudah pukul sebelas. Penyinaran di kamar saya tinggal sebuah lampu belajar berdaya lima watt. Zenfone 4s saya mengalunkan tembang berjudul Untuk Perempuan yang Sedang Dipelukan milik salah satu musisi yang sedang digandrungi para pemuda di kota saya (tidak tahu di kota lain). 

Kejadian hari ini sedikit banyak dibandingkan kemarin. Tentang menginstal corel draw, mengantar nyonya besar ke mana-mana, mengontrol emosi yang sedikit-sedikit naik, mengganti alas meja belajar, nilai yang sudah keluar lagi (hari ini ada 2), mempermasalahkan waktu turunnya berita mengenai Mekkah yang bersalju, menonton tetangga sebelah (biru-kuning) yang entah rebutan apa, serius berburu informasi beasiswa yang ternyata tidak tersedia untuk D3, dan menertawakan teman satu Diksarkop yang nampang di layar kaca.

Satu yang saya sadari bahwa saya akan uring-uringan jika pengangguran terus begini#GigitLaptop. 
Sudah dulu ya, saya mau nge-list mengenai apa yang akan saya lakukan esok hari. Dah, assalamu'alaikum!


Senin, 18 Januari 2016

Nilai Pertama

Pukul satu siang, smartphone saya membunyikan nada notifikasi Line. Saya langsung menyambar dan membukanya. Dari grup kelas.

"Nilai pancasila udah keluar gaes," tulis temanku bernama Praba.

"Waduh," teman yang lain menanggapi. Beberapa mengatakan hal senada. Tapi hanya sedikit yang berkomentar. Mungkin masing-masing dari kami yang sudah membaca pemberitahuan ini memilih untuk mengomentarinya dalam hati. Sibuk dengan pikiran sendiri-sendiri. Sibuk dengan asumsi masing-masing.

Tubuh saya langsung panas dingin begitu tahu berita itu. Itu nilai pertama yang keluar di semester pertama pada perkuliahan tahun pertama saya. Mata kuliah Pendidikan Pancasila. Konon, mata kuliah ini ada di semua jurusan di kampus saya. Mata kuliah yang sebenarnya saya ikuti dengan baik, hanya satu kali absensi karena suatu hal. Tapi saya berpikir selama ini tugas tidak saya kerjakan dengan maksimal, begitu pula Ujian Tengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS). Belum lagi saya tidak aktif di kelas, selama ini lebih banyak memerhatikan saja. Saya takut nilai saya jelek, nilai saya di bawah rata-rata. Entahlah, mengapa selalu pikiran negatif yang pertama kali hinggap di benak saya.

Nada pemberitahuan kembali terdengar.

"Pada dapat apa Pancasilanya?" tanya salah seorang teman bernama Imas.

"Kamu berapa? Aku B. Kamu pasti A ya?"

"Alhamdulillah."

Saya semakin panas dingin. Udara disekitar saya rasanya semakin sesak untuk dihirup. Atmosfer yang sebenernya saya buat sendiri. Mau buka nilai masih takut. Kalau begini saja, baru berdoa mati-matian.

Kembali saya buka grup kelas. Saya baca chat baru yang belum terbaca. Ada beberapa komentar di sana yang mengeluhkan tentang nilai pertamanya.

Saya mencoba tenang. Menghirup udara pelan-pelan  dan mengeluarkannya.

"Aku sudah siap, aku berserah diri pada Allah, Dia pasti memberikan yang terbaik," ujar saya dalam hati.

Sempat lupa password._. Akhirnya saya melihat nilai pertama saya. Mata saya terfokus pada layar laptop, mulut saya tak henti mengucap doa. Dan 'alhamdulillah' adalah kata yang akhirnya saya ucap begitu saya melihat satu huruf kapital terpampang di samping tulisan Pendidikan Pancasila. Alhamdulillah, tak seburuk yang saya kira. Tadi itu nyatanya hanya pikiran negatif saya saja.

Nilai mata kuliah Pengantar Ekonomi Mikro keluar sekitar satu jam kemudian. Kembali saya review tingkah saya satu semester kemarin di kelas ini. Tidur di kelas, mengerjakan kuis dan tugas seadanya (mung nyonto Nera ), belajar ujian semalam sebelumnya. Teladan bangetlah pokoknya. Kekhawatiran dan rasa deg-degan itu pasti ada, tapi tidak separah saat nilai pertama tadi. Dan hasilnya kembali saya mengucap alhamdulillah. Allah Maha Penentu Yang Terbaik dan Bu Nay dosen yang baik. Terimakasih, Bu. Maaf sering tidur di kelas Ibu. 

Akhirnya, meski saya sudah tahu hasilnya dan saya bersyukur tapi pikiran saya sebelum membuka nilai tadi menyadarkan saya. Saya merasa belum benar-benar serius menjalani kuliah maka saya harus lebih serius dan rajin lagi semester depan. Paling enggak, nggak ada lagilah tidur di kelas dan ngerjain tugas seenak-udel.

Wait, masih nunggu tujuh nilai lagi keluar. Doanya dibanyakin jangan lupa.


Komen, kritik, dan saran ditunggu.

Minggu, 17 Januari 2016

Sembunyi

Aku takut
Aku takut mereka akan tahu
Aku sudah akan ketahuan
Padahal sedang kucoba sembunyikan
Agar mereka tidak tahu
Tapi mereka akan tahu segera
Pun sekarang
Pada percakapan terakhir kami
Aku takut
Mereka akan menjadi seperti yang dulu-dulu
Meninggalkanku
Sendirian
Dengan yang kupunya
Karena yang kumiliki
Ku tidak percaya diri
Tahu-tahu mengutuk
Tiba-tiba tidak bersyukur
Rasa ini
Aku benci
Bukan,
Bukan mereka yang salah
Akulah
Dan aku
Kembali diingatkan
Bahwa segalanya
Serahkan padaNya
Pasrahkan padaNya
Kembalikan padaNya
Sang Pemilik Rasa
Sang Pemberi Kesedihan
Dan Kebahagiaan
Sang Penentu Takdir Hidup

Sabtu, 16 Januari 2016

Rencana Dari Tuhan [1]

Heiii ini cerpen ya. Maafkan kacau soal tema per harinya saya nggak bisa nepatin. Maafkan juga formatnya berantakan soalnya kalau pake HP pengaturan formatnya enggak lengkap, jadinya begini. As soon as possible saya akan sunting, deh.

Happy reading!

Rencana Dari Tuhan

Sabtu, 16 Januari 2016. Waktu menunjukkan pukul 13.35 WIB. Matahari begitu terik. Informasi cuaca dari smartphoneku memberitahukan indeks ultraviolet berada pada tingkat 8 dengan keterangan "Berisiko bahaya sangat tinggi jika  Anda tidak menggunakan tabir surya. Lakukan pencegahan ekstra karena kulit dan mata dapat terbakar matahari dengan cepat." Tantu saja aku jadi malas keluar rumah. Di dalam rumah saja segini panasnya, apalagi di luar. Tapi mamaku malah memaksaku mengantarnya ke tukang jahit mengambil pesanannya. Sebagai anak yang patuh pada orangtua aku pun mengiyakan.

Mamaku tak pernah menjahitkan bakalnya di satu tukang jahit. Pasti berpindah-pindah dari satu penjahit ke penjahit lain di daerahku. Aku tidak mengerti kenapa. Mungkin itu semacam hobi. Hobi lainnya selain mengoleksi bros. Aku menamakan hobi satu ini dengan nama travelling tukang jahit. Haha.


Kali ini mamaku membawaku ke tempat tukang jahit di daerah yang jaraknya sekitar 20 menit dari rumahku. Tempat itu berada di tengah desa di tepi jalan provinsi. Kami melalui jalan raya biasa sebelum masuk ke jalan menuju desa tersebut yang berada di samping rel kereta dengan aspal nya yang sudah rusak di sana-sini. Kemudian masuk ke jalan yang lebih kecil lagi, tidak beraspal tapi semacam di cor dengan semen dengan lebar sekitar setengah meter. Kanan kirinya dipenuhi pepohonan jati, asam, semak belukar, dan lain sebagainya, khas pepohonan tropis. Lalu terlihatlah sebuah bangunan sederhana di tengah kebun di tepi terakhir, tapi harus berbelok ke kiri beberapa meter, karena memang bangunannya agak menjorok ke dalam, tidak persis di tepi jalan. Aku heran bagaimana mamaku bisa menemukan tempat ini. 

Kuparkirkan sepeda motor di bawah pohon jambu. Kulihat wanita paruh baya yg berada di teras bangunan menyambut kami. Kamipun dipersilakan masuk ke dalam ruang menjahitnya langsung.

Ruangan itu berukuran 3 x 7 meter dengan dinding batako yang tidak dilapisi lagi. Lantainya terbuat dari semen. Mamaku  dan wanita itu mulai membicarakan masalah pesanan mama. Aku hanya duduk di kursi dekat pintu masuk, diam mendengarkan sambil mengamati ruangan yang merupakan kebiasaanku sejak dulu.

Terdapat  dua mesin jahit yang terlihat sedang digunakan. Satu di depanku satunya diletakkan di atas meja kayu seluas 1 kali 2 meter. Kursi di depan meja dan yang kududuki berbentuk bulat tanpa sandaran. Ada sebuah kipas angin  di seberang meja. Banyak bungkusan kain di sana-sini dengan berbagai motif dan warna. Bakal-bakal yang baru akan dijahit, diberi pola dan setengah jadi juga berserakan di beberapa tempat. Baju pesanan yang sudah jadi dipajang di sudut ruangan, menghadap pintu masuk. Meski bagitu aku suka suasananya, terasa teduh dan nyaman.

"Belajar mengajinya sudah sampai mana bu?" tanya mamaku, mengalihkan perhatianku dari pintalan benang yang berwarna-warni.

"Saya nggak belajar iqro' bu, disuruh langsung ngikutin baca quran sama ustadzahnya," jawab wanita itu sambil melipat baju pesanan mama.

Aku tersenyum. Aku bisa menebak kalau pembicaraan ini akan menarik.

To be continued...

Saya tunggu kritik & sarannya.

Jumat, 15 Januari 2016

Membuat Cerita

Saya tidak tahu harus menuliskan apa malam ini. Tema yang sudah saya susun saya simpan di laptop. Masalahnya baterai laptop saya habis dan chargernya tidak ada di rumah. Panjang ceritanya.

Maka dari itu saya bingung harus menulis apa hari ini. Saya berpikir, saya otak-atik handphone saya, lalu saya iseng mencari blog salah satu teman. Sudah lama sekali rasanya saya tidak mengunjungi blognya. Rupanya ada tulisan baru yang ia posting. Sekitar bulan november tahun lalu. Berisikan narasi singkat dengan kata-kata indahnya. Ah, saya sudah tahu betul kalau tulisannya memang bagus. Ia sangat berbakat membuat cerita, merangkai kata-kata. Saya iri. Tidak tahu juga kenapa harus iri. Harusnya saya belajar lebih lagi.

Kamis, 14 Januari 2016

Mimpi: Pertahankan Atau Lepaskan


Hello Good People!
Kegiatan apa yang sudah kalian seharian ini atau kemarin lakukan? Apapun hal itu, semoga bermanfaat dan bisa membuat kita lebih baik lagi ya.

Jadi tema kita hari ini adalah mimpi.

Mimpi...
Kalian punya mimpi apa? Mimpi dikejar anjing laut lalu tiba-tiba diselamatkan harimau di pesta ulangtahun teman? Hehe maaf jika terlalu ngaco. Tentu di sini bukan mimpi seperti itu yang saya maksudkan. Mimpi yang saya maksud adalah mimpi yang berarti angan-angan. Ya, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mimpi berarti 1 sesuatu yang terlihat atau dialami ketika tidur 2 angan-angan. Lalu saya penasaran menelusuri arti kata 'angan-angan'. Sayapun cari lagi di KBBI, dan menemukan arti kata angan-angan adalah 1 pikiran;ingatan 2 cita-cita. Hm, jadi mimpi=cita-cita? Ini memang banyak yang nggak tahu atau saya saja yang terlalu bodoh? Selama ini saya pikir mimpi itu berbeda dengan cita-cita di mana mimpi dinilai lebih tidak realistis dari cita-cita. Tapi saya tidak mau mempersalahkan itu.

Yang ingin saya bahas di sini adalah jika berbicara tentang mimpi (dan/atau cita-cita) pasti akan terbayang masa depan. Bagaimana kamu membayangkan kehidupan masa depanmu seperti itulah mimpimu. Tentu bayangan masa depan di sini adalah yang berasal dari hati kecil atau nurani, bukan dari keadaan kita sekarang. Memang, realitas saat ini sedikit banyak mempengaruhi mimpi kita. Mulai dari faktor ekonomi, pendidikan, gengsi, kepepet, tekanan, dan lain sebagainya.

Ah aku kan pemalu, mana bisa aku jadi presenter terkenal?

Ah otakku kan pas-pasan, mana bisa jadi arsitek beneran?

Ah ibuku saja tidak percaya aku bisa jadi pengusaha sukses, apalagi orang lain?

Hal-hal seperti itulah yang membuat nyali kita menciut, down, membuat semangat menjadi redup. Saat itulah kita mulai memikirkan, apakah akan mengakhirinya dan memilih jalan yang lebih 'aman' saja atau akan tetap mempertahankan mimpi itu walaupun jalannya sulit sekaliii?

Hanya diri sendirilah yang mampu menjawabnya. Saya? Jawaban saya adalah saya sedang mempertahankannya. Mungkin saya terlalu terbuai oleh kisah Ikal dan Arai, atau oleh perahu kertasnya Kugy. Entahlah. Sedari kecil saya banyak membaca buku-buku yang menceritakan indahnya bermimpi. Walaupun kenyataanya tak selalu mendukung saya, bahkan hampir tidak pernah. Sampai sekarang saya terus bertahan. Walau sifat saya juga sempat tidak mendukung, tapi kali ini tidak akan lagi.

Takut akan kegagalan selalu membayangi benak saya. Namun perlahan ketakutan itu pasti akan sirna bersama pemahaman-pemahaman baik yang saya dapatkan. Saya punya Allah, saya yakin Allah akan menolong saya disetiap kesulitan. Padahal pesan Allah sangat jelas, 

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya”
[QS. Ath Tholaq: 2-3]

Broadcast massage yang saya dapatkan dari seorang teman tersebut menyebutnya sebagai Ilmu  Yakin, "Aku ini diciptakan oleh Zat Yang Maha Kaya, kenapa aku harus takut menjadi miskin.."

Karena itulah saya akan tetap menghidupkan mimpi saya.

Akhir kata, beberapa mimpi saya tersebut adalah  mempunyai usaha sendiri yang berhasil, menjadi novelis dan bertualang ke penjuru dunia-untuk sebelumnya menjelajahi nusantara.

Semoga dengan menuliskannya di sini saya akan terus teringat. Semoga bermanfaat juga untukmu.
Sekali lagi blog serta tulisan ini saya buat untuk sekedar berbagi pendapat saya. Saya tidak bermaksud untuk menggurui, menasehati, menjatuhkan, dan lain sebagainya. Maaf jika ada kata-kata saya yang tidak berkenan di hati. Dan terimakasih sudah membaca, bertemu lagi di postingan selanjutnya! Kritik dan saran tetap ditunggu.

Rabu, 13 Januari 2016

Adikku dan Televisi



Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Selamat malam! 

Anggap saja tema hari ini adalah Televisi.

Langsung saja ya, let me tell you a story.

Seharian ini, banyak hal yang membuat saya kesal. Salah satunya saya jengkel dengan adik saya yang tidak mau belajar, padahal ia sudah memasuki semester terakhirnya di sekolah dasar. Ia justru lebih suka menonton sinetron di salah satu stasiun televisi swasta berceritakan anak sekolah yang kerjaannya hanya geng-gengan, kebut-kebutan, berkelahi di jalan, juga kisah ibu tiri yang mencoba merebut pacar anak tirinya.

Saya kemudian teringat bahwa pemilik stasiun televisi tersebut mempunyai semacam partai, yang ia iklankan di stasiun televisinya sendiri dan mungkin di media miliknya yang lain, saya kurang tahu. Iklan itu memperlihatkan bahwa ia begitu peduli terhadap rakyat. Saya sempat terkesan karena iklan itu sedikit menyentuh hati. Namun dari korelasi antara dua hal tadi simpati saya menjadi hilang terhadapnya. Tidak mungkin kalau ia benar-benar ingin mensejahterakan rakyat, ia akan membiarkan tayangan tersebut disiarkan. Tidak mungkin jika ia benar-benar ingin membangun bangsanya ia akan membiarkan anak-anak bangsa melahap mentah-mentah adegan-adegan seperti itu, yang sama sekali tidak ada manfaatnya bagi perkembangan mereka. Saya rasa ia masih mengejar ratting, mengejar keuntungan, profit oriented. Bukan kualitas tayangan. Padahal, sudah ada beberapa stasiun televisi swasta sekarang yang benar-benar memperhatikan mutu dan kualitas setiap tayangannya. Saya bukan siapa-siapa di sini. Hanya penonton, yang mencoba sedikit berpikir. Mungkin bagi sebagian orang saya terlalu membuatnya serius. Lha namanya sinetron, pastilah untuk hiburan. Ya, saya tahu itu. Pertama saya menonton juga saya sedikit terhibur karena bisa melupakan masalah saya sejenak dan berganti menonton, menikmati masalah tokoh dalam tayangan, namun lama-kelamaan saya muak. Mungkin masyarakat benar-benar butuh hiburan setelah seharian bekerja, dan sebagian masyarakat mentah-mentah menikmati tayangan itu. Namun saya rasa di zaman yang serba global ini sangat perlu tayangan yang bukan hanya menghibur tapi juga mengedukasi penontonnya. Saya berharap tayangan seperti tersebut di atas akan segera tergantikan dengan tayangan yang bermutu dan berkualitas.

Kembali lagi ke topik awal. Adik saya laki-laki. Saya tidak mengerti apakah semua anak laki-laki itu belajar hanya sekedar mengerjakan PR atau adik saya saja yang malas. Yang jelas, sampai sekarang saya belum bisa mengajaknya belajar di luar mengerjakan PR, juga orangtua saya. Kami sudah membujuknya dengan berbagai cara, dengan memberitahu akan kemungkinan-kemungkinan masa depannya jika ia belajar dan tidak belajar. Ditambah ia sekarang kerjaannya hanya bermain game online yang ada di hpnya. Padahal satu-dua tahun lalu ia masih bermain di lapangan bersama teman-temannya seharian penuh.

Saya pusing juga memikirkan hal ini. Belum juga masalah lain. Belum juga masalah saya sendiri. Apalagi saya selalu merasa bahwa saya tidak bisa berbuat banyak, terutama untuk masalah adik saya. What should I do?

Dari cerita barusan kesannya saya peduli banget ya sama banyak masalah, padahal saya juga agak gimana gitu mengetik tulisan di atas. Saya hanya nggak tahu harus menuliskan apalagi. Intinya saya masih egois. Lho kenapa begitu? Karena saya masih lebih antusias untuk memikirkan hal-hal yang saya suka kerjakan, tentang impian-impian saya yang sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang nyata. Hm, begini deh. Biar saya nggak membelok dari tema yang sebenarnya lagi (karena sebenarnya tema hari ini bukanlah tema diaturan awal-how silly I am, hari kedua saja sudah melanggar aturan sendiri), besok saya akan menulis sedikit tentang mimpi.

Terakhir saya mengingatkan kalian agar jangan ragu untuk  berkomentar (opini, saran, kritik, dll) agar tullisan saya bisa lebih baik lagi. Jangan ragu-ragu, yuk langsung tulis dibawah! See you.^^

Selasa, 12 Januari 2016

Project Kecil-Kecilan; Bangunkan Lagi Mimpi Itu


Project dalam Bahasa Indonesia berarti 1. Proyek. 2 pembangunan. 3 rancangan. Sedangkan proyek dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya rencana pekerjaan dengan sasaran khusus dan dengan saat penyelesaian yang tegas.

Saya ingin membuat project. Ini sifatnya pribadi. Hanya Tuhan, saya, dan kamu yang baca saja yang tahu. Itu pun kalau ada yang baca, kalau enggak ya berarti hanya Tuhan dan saya yang tahu. Oh dan mungkin saya akan beritahu teman dekat dan orang yang bertanya kepada saya-kegiatan apa yang dihabiskan selama liburan-, biar keren dikit dan enggak terlalu ketahuan kalau selo. Ha-ha.

Jadi saya ingin membuat project menulis selama liburan semester ini, untuk mengisi waktu agar tetap produktif dan tidak terbuang sia-sia dan enggak hanya dihabiskan buat tidur saja. Soalnya teman-teman dekat saya pada sibuk sih, hiks. Bisa dibilang juga ini juga semacam challenge begitulah. Rentang waktu dari hari ini sampai 31 Januari, bertepatan dengan deadline membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) untuk semester 2.-. Dan akan ada tema setiap harinya dengan tema hari ini adalah Project. Enggak mutu ya? Ya namanya juga belajar nulis yang penting udah berani posting haha.

Tapi setelah saya tahu arti kata ‘project’ di atas nyali saya jadi sedikit ciut karena dalam Bahasa Indonesia arti kata tersebut adalah proyek. Yang saya artikan selama ini bahwa proyek menyangkut sesuatu yang besar, misalnya proyek pembangunan tenaga listrik, proyek pembangunan jembatan dan lain-lain. Namun, saya pikir lagi kalau kata project tidaklah sedangkal itu saja lagipula hal yang besar dimulai dari hal kecil, bukan? Lalu mengapa saya tetap menamakan kegiatan ini dengan sebutan project adalah karena saya ikut-ikutan saja dengan orang lain, yang sepertinya sudah umum sekali digunakan di Indonesia. Maka jika tadi saya berkata ingin membuat project kali ini saya tambah menjadi project kecil-kecilan.

Maka, malam ini, diantara lautan bantal yang sudah melambai-lambai ini saya berniat untuk melaksanakan project kecil-kecilan ini. Semoga istiqomah sampai selesai. Doakan saja. Harapannya semoga bisa menghidupkan kembali mimpi saya dalam tulis-menulis, menjadi pembelajaran buat saya dan bermanfaat untuk yang membaca-kalau ada-

Tanya kenapa saya berbahasa terkesan kaku seperti ini dan merubah kata ganti orang pertama lagi? Karena saya ingin belajar menulis dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar menurut EYD dan KBBI dan menurut pengalaman saya jika saya menggunakan kata ‘aku’ akan terkesan tinggi hati dan semacamnya.

Jangan tanya mengapa saya tidak pernah muncul dan tahu-tahu nongol, karena itu semua semata akibat kemalasan akut saya.

Jangan tanya kenapa  tulisan ini pendek, karena saya saja sudah bersyukur bisa menulis lagi sejauh 486 kata ini dan agak takjub ternyata saya masih bisa menulis setelah sekian lama kemalasan menyergap niat menulis saya. Kuncinya ternyata just do it dan abaikan kemalasan.
Photo from here

Eh iya, tadi baru dengar kabar salah satu teman SMA dulu ada yang menerbitkan novelnya. Keren banget, saya turut senang. Dan saya bertanya-tanya kapan bisa nyusul. Semoga segera, ya.

Sekian dulu. Kritik, saran, komentar dan semacamnya sangat dibutuhkan di sini. Jangan ragu-ragu siapapun kamu silakan tulis di kolom komentar. (smile)