Rabu, 20 Januari 2016

Isi Tas Adikku


Tadi saya mencoba mengajak adik saya belajar. Seperti biasa ia menanggapi dengan malas-malasan. Lalu saya teringat saat suatu hari dia menanggapi pertanyaan Ibu mengenai mengapa ia malas belajar di rumah yang dijawabnya dengan kalimat “buat apa sekolah kalau nggak buat belajar” yang saya tangkap di sini yaitu  bahwa jika di kelas ia pasti memerhatikan pelajaran yang sedang disampaikan jadi rasanya ia nggak perlu belajar di rumah, gitu. Berbeda sekali dengan saya yang cenderung sulit untuk memerhatikan di dalam kelas karena berpikir saya masih bisa belajar sendiri di rumah. Entahlah mengapa saya lebih menyukai yang sunnah daripada terbebankan oleh kewajiban.

Lalu saya buka tasnya. Terkejutlah saya karena barang bawaannya sangat berat, dan setelah saya hitung total semua ada 25 buku di dalamnya. Bayangkan, dalam satu hari! Lalu saya melihat catatan-catatannya. Meski tulisannya seperti ceker ayam, tapi saya mulai memercayai perkataannya. Saya juga ajukan pertanyaan padanya dan ia bisa menjawabnya dengan lancar.

Hal itu membuat saya membandingkan keadaan saya saat ini dengannya. Di mana kesehariannya saya hanya membawa sebuah binder saja, buku referensi tidak diwajibkan di kelas saya manapun di semester satu ini. Jadi saya jarang meminjam buku diperpus, hanya pada saat tugas atau akan ujian saja itupun lalu dianggurkan tidak saya baca sama sekali.

Lalu saya teringat pada salah seorang teman yang mengeluhkan nilainya yang jelek dan sampai menyalahkan dosen atau something like that-lah. Lha, Lu aja nggak pernah masuk kelas masak mau dapat nilai bagus? Ke kampus tas nggak ada bukunya masa mau dapat B?

Enggak, bukan mau sok-sokan nuduh teman saya atau apa, malah itu pelajaran bagi saya sendiri. Iya, kuliah itu emang enak banget. Ke kampus enggak pakai seragam, kelas enggak dari pagi sampai sore, pelajarannya nggak sebanyak pas SD-SMP-SMA, dan bolos satu-dua kali masih boleh lah enggak pakai ribet ijin sana-sini. Saya pikir dengan itu juga membuat nilai juga lebih gampang, materi enggak terlalu banyak jadi walau pakai sistem belajar semalam sebelum ujian juga sanggup, enggak seperti SD-SMP-SMA yang materinya bejibun, plus otomatis itu materi yang kita sukai (buat yang enggak salah jurusan,sih). Jadi malah rasanya enggak pantas jika menyalahkan dosen atau keadaan jika nilai akhirnya jelek sedangkan effort-nya aja enggak segede anak SD jaman sekarang. Tapi kadang-kadang ada juga sih dosen yang kita enggak tahu darimana asal ngasih nilainya. Pokoknya, cuma Tuhan saja yang tahu pikiran dosen itu. Eh tapi itu mungkin karena saya baru semester pertama saja, jadi tugas masih belum banyak. Auk, ah.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar