Sabtu, 16 Januari 2016

Rencana Dari Tuhan [1]

Heiii ini cerpen ya. Maafkan kacau soal tema per harinya saya nggak bisa nepatin. Maafkan juga formatnya berantakan soalnya kalau pake HP pengaturan formatnya enggak lengkap, jadinya begini. As soon as possible saya akan sunting, deh.

Happy reading!

Rencana Dari Tuhan

Sabtu, 16 Januari 2016. Waktu menunjukkan pukul 13.35 WIB. Matahari begitu terik. Informasi cuaca dari smartphoneku memberitahukan indeks ultraviolet berada pada tingkat 8 dengan keterangan "Berisiko bahaya sangat tinggi jika  Anda tidak menggunakan tabir surya. Lakukan pencegahan ekstra karena kulit dan mata dapat terbakar matahari dengan cepat." Tantu saja aku jadi malas keluar rumah. Di dalam rumah saja segini panasnya, apalagi di luar. Tapi mamaku malah memaksaku mengantarnya ke tukang jahit mengambil pesanannya. Sebagai anak yang patuh pada orangtua aku pun mengiyakan.

Mamaku tak pernah menjahitkan bakalnya di satu tukang jahit. Pasti berpindah-pindah dari satu penjahit ke penjahit lain di daerahku. Aku tidak mengerti kenapa. Mungkin itu semacam hobi. Hobi lainnya selain mengoleksi bros. Aku menamakan hobi satu ini dengan nama travelling tukang jahit. Haha.


Kali ini mamaku membawaku ke tempat tukang jahit di daerah yang jaraknya sekitar 20 menit dari rumahku. Tempat itu berada di tengah desa di tepi jalan provinsi. Kami melalui jalan raya biasa sebelum masuk ke jalan menuju desa tersebut yang berada di samping rel kereta dengan aspal nya yang sudah rusak di sana-sini. Kemudian masuk ke jalan yang lebih kecil lagi, tidak beraspal tapi semacam di cor dengan semen dengan lebar sekitar setengah meter. Kanan kirinya dipenuhi pepohonan jati, asam, semak belukar, dan lain sebagainya, khas pepohonan tropis. Lalu terlihatlah sebuah bangunan sederhana di tengah kebun di tepi terakhir, tapi harus berbelok ke kiri beberapa meter, karena memang bangunannya agak menjorok ke dalam, tidak persis di tepi jalan. Aku heran bagaimana mamaku bisa menemukan tempat ini. 

Kuparkirkan sepeda motor di bawah pohon jambu. Kulihat wanita paruh baya yg berada di teras bangunan menyambut kami. Kamipun dipersilakan masuk ke dalam ruang menjahitnya langsung.

Ruangan itu berukuran 3 x 7 meter dengan dinding batako yang tidak dilapisi lagi. Lantainya terbuat dari semen. Mamaku  dan wanita itu mulai membicarakan masalah pesanan mama. Aku hanya duduk di kursi dekat pintu masuk, diam mendengarkan sambil mengamati ruangan yang merupakan kebiasaanku sejak dulu.

Terdapat  dua mesin jahit yang terlihat sedang digunakan. Satu di depanku satunya diletakkan di atas meja kayu seluas 1 kali 2 meter. Kursi di depan meja dan yang kududuki berbentuk bulat tanpa sandaran. Ada sebuah kipas angin  di seberang meja. Banyak bungkusan kain di sana-sini dengan berbagai motif dan warna. Bakal-bakal yang baru akan dijahit, diberi pola dan setengah jadi juga berserakan di beberapa tempat. Baju pesanan yang sudah jadi dipajang di sudut ruangan, menghadap pintu masuk. Meski bagitu aku suka suasananya, terasa teduh dan nyaman.

"Belajar mengajinya sudah sampai mana bu?" tanya mamaku, mengalihkan perhatianku dari pintalan benang yang berwarna-warni.

"Saya nggak belajar iqro' bu, disuruh langsung ngikutin baca quran sama ustadzahnya," jawab wanita itu sambil melipat baju pesanan mama.

Aku tersenyum. Aku bisa menebak kalau pembicaraan ini akan menarik.

To be continued...

Saya tunggu kritik & sarannya.

3 komentar: