Senin, 10 Agustus 2015

Pelajaran Nomor Sekian: Berbesar Hati

Menghargai. Menghargai itu sulit sekali ya? Mungkin, bagimu hasil usaha seseorang itu tidak seberapa, namun kamu tidak tahu kan kalau sebenarnya untuk mencapai hasil itu diperlukan usaha yang sangat keras. Tidak hanya otak yang lelah, tidak hanya fisik yang sakit, tapi juga hati yang merasa.

Mungkin kamu seperti itu karena belum pernah menghadapi situasi seperti yang aku hadapi. Mungkin kamu begitu karena tidak melalui apa yang aku lalui. Atau mungkin, kamu terlalu malas saja untuk memberikan apresiasi. Apapun kemungkinan itu, aku harap suatu saat ada satu peristiwa dalam hidupmu yang membuatmu mengerti betapa menghargai itu perlu.

Sejujurnya, mungkin (lagi) hanya aku saja yang terlalu terbawa hati. Baper, kalau kata teman-temanku. Yah, mungkin juga ya. Tapi tetap saja sakit ketika kita tak mendapat apresiasi sedikit pun-hanya 'ohhh'. Bayangkan! Oke baper lagi......Sudahlah cukup. Kali ini aku akan belajar satu sikap lagi. Aku harus jadi manusia yang pandai berbesar hati. Bukan 'besar hati' seperti dimaksudkan dalam KBBI (karena entah aku menemukan arti besar hati di KBBI adalah sombong; bangga; girang hati; gembira), tapi 'besar hati' dalam arti kiasan.

Dan kelak kalau aku bertemu denganmu lagi, aku tahu bagaimana harus bersikap. Oh dan satu lagi, tentunya aku tidak akan jadi sepertimu, yang hanya penasaran-lalu ditinggal pergi.

Salam,

Yang sedang baperan dini hari ini.

Selasa, 04 Agustus 2015

Sapaan Pagi

credit photo : here

Hari ini aku bangun dari tidur dan langsung merasakan dinginnya udara pagi yang menyusup melalui celah-celah yang ada. Saat aku keluar, udara pagi tak tanggung-tanggung lagi menyapa. Burung-burung  bernyanyi, pepohonan pun tersenyum, kita semua menyaksikan terbitnya matahari pagi ini. Seketika membuatku lepas dari ingatan akan kesedihan tempo hari.
Andai bahagia selalu bisa sesederhana ini ya?


Sendiri (Part 2)

Hei, masih ingat tulisanku yang ini? Iya, sampai sekarang aku masih sendiri....
Eh bukan, bukan itu poinnya. Jadi ceritanya setelah aku lulus SMA, di saat-saat sibuk daftar perguruan tinggi sana-sini, aku menyadari satu hal. Sekarang aku nggak takut ke mana-mana sendiri! Yeay! Itu berarti banget buat perkembanganku. Yaiya secara aku dulu takut ke mana-mana sendiri. Aku berani daftar-daftar sendiri, berangkat ujian sendiri, dan ngajak kenalan oranglain! Secara dulu kan Dini nggak akan berani ngajak kenalan duluan maunya diajakin kenalan. Takut apalah, negative thinking yang berlebihan. Sekarang udah nggak begitu, alhamdulillah.

Dan semakin ke sini semakin yakin besok pas kuliah harus banyakin ikut kegiatan-kegiatan yang positif. Aku yakin di sana aku akan mendapat banyak sekali pelajaran hidup yang belum aku tahu. Yang nggak bakal aku dapat di dalam kelas.

Tapi lebih dari itu, aku tahu ada banyak hal yang kupelajari dari kesendirian ini. Dan aku sangat menikmatinya untuk saat ini. Rasanya bebas dan menyenangkan. Besok deh kapan-kapan aku jabarkan haha.

Source : Google
Eh, aku juga mau mengaku satu hal. Sebenarnya aku masih ada rasa tidak percaya diri saat mempublikasikan karya atau pemikiran-pemikiran kecilku. Hal yang sudah mendarah daging sejak aku kecil. Negative thinking lagi, aku takut jika orang-orang mengucilkanku. Tapi aku berjanji akan menghilangkan sikap ini segera. Tunggu ya....Atau, ada yang tahu cara menghilangkan atau mengatasi sikap ini? Ada yang mau membantu? :)

Minggu, 02 Agustus 2015

Sebuah Kesadaran

Sabtu, 1 Agustus 2015, 22:34 WIB

Malam ini tiba-tiba niatku untuk menulis bangkit. Rasanya ingin sekali. Tau kenapa? Karena  aku ingin mencurahkan sedikit isi hatiku untuk salah satu sahabatku yang hari ini berangkat ke Pulau Bali.

Aku bisa dibilang dekat dengannya, bisa juga tidak. Kepribadian kami yang bertolak belakang membuat kami cukup sulit untuk akrab. Dia periang, supel, dan cerewet, sedangkan aku sebaliknya. Kalem, lebih banyak diam di luar. Tiga tahun bukanlah waktu yang lama untuk ku tahu segala hal tentangnya. Hanya sedikit sekali yang ku tahu tentangnya. Sedikit saja. Huh, sahabat macam apa aku ini?

Ku pikir, aku tak akan terikat secara emosional dengannya. Oh ya, kita memang mengaku bersahabat. Tapi kadang, aku masih canggung berdua dengannya, aku jarang berkomunikasi dengannya, aku hampir belum pernah curhat padanya. Mungkin ia pun merasa begitu. Kita hanya dipaksa untuk dekat oleh sebuah hubungan persahabatan yang berjumlah tujuh orang.

Nah, hari ini dia berangkat ke Bali untuk melanjutkan studinya (aku tidak tahu jam berapa tepatnya). Sebabnya dia berhasil lolos di salah satu tempat kuliah idamannya di Bali, di jurusan yang ia minati pula. Aku ikut berbahagia untuknya, sekaligus iri.

Kemarin aku sudah mengontaknya secara pribadi setelah tahu dari pmnya di BBM bahwa ia akan berangkat ke Bali esok hari. Aku ingin mengatakan padanya bahwa aku akan benar-benar merindukannya, tapi yang kulakukan hanyalah mengetik pesan-pesan sederhana. Padahal aku ingin sedikit menulis berlebihan seperti remaja-remaja lain, tapi rasanya jika dengan dia aku tidak bisa soalnya dia balesnya aja nggak pake emotikon*tears. Tapi aku tahu itu memang kebiasannya.

Hari ini, di malam yang telah larut ini, aku tiba-tiba ingin mengobrol dengannya. Menanyakan bagaimana rasanya Bali, apakah sudah bertemu bule, atau hal-hal lainnya yang menyenangkan. Namun aku berpikir kalau-kalau dia sudah tidur atau lelah. Aku pun mengurungkan niatku. Padahal saat ini rasanya aku sudah kangen dia. Membuatku lagi-lagi jadi makhluk melankolis. Oh God, ternyata aku menyayanginya, meski mungkin dia tak menyadarinya. Biarlah, yang penting aku di sini selalu mendoakannya, selalu mengingatnya di dalam hati. Take care ya Lin, di sana. Gapai impianmu, kejar cita-citamu.


Ternyata sudah pergantian hari ya, tidak terasa. Baiknya, ku akhiri dulu tulisan ini. Terimakasih sudah membuatku menulis, Lin. 



Dia dan Aku (Susah sekali menemukan foto yang hanya kami berdua)