Minggu, 02 Agustus 2015

Sebuah Kesadaran

Sabtu, 1 Agustus 2015, 22:34 WIB

Malam ini tiba-tiba niatku untuk menulis bangkit. Rasanya ingin sekali. Tau kenapa? Karena  aku ingin mencurahkan sedikit isi hatiku untuk salah satu sahabatku yang hari ini berangkat ke Pulau Bali.

Aku bisa dibilang dekat dengannya, bisa juga tidak. Kepribadian kami yang bertolak belakang membuat kami cukup sulit untuk akrab. Dia periang, supel, dan cerewet, sedangkan aku sebaliknya. Kalem, lebih banyak diam di luar. Tiga tahun bukanlah waktu yang lama untuk ku tahu segala hal tentangnya. Hanya sedikit sekali yang ku tahu tentangnya. Sedikit saja. Huh, sahabat macam apa aku ini?

Ku pikir, aku tak akan terikat secara emosional dengannya. Oh ya, kita memang mengaku bersahabat. Tapi kadang, aku masih canggung berdua dengannya, aku jarang berkomunikasi dengannya, aku hampir belum pernah curhat padanya. Mungkin ia pun merasa begitu. Kita hanya dipaksa untuk dekat oleh sebuah hubungan persahabatan yang berjumlah tujuh orang.

Nah, hari ini dia berangkat ke Bali untuk melanjutkan studinya (aku tidak tahu jam berapa tepatnya). Sebabnya dia berhasil lolos di salah satu tempat kuliah idamannya di Bali, di jurusan yang ia minati pula. Aku ikut berbahagia untuknya, sekaligus iri.

Kemarin aku sudah mengontaknya secara pribadi setelah tahu dari pmnya di BBM bahwa ia akan berangkat ke Bali esok hari. Aku ingin mengatakan padanya bahwa aku akan benar-benar merindukannya, tapi yang kulakukan hanyalah mengetik pesan-pesan sederhana. Padahal aku ingin sedikit menulis berlebihan seperti remaja-remaja lain, tapi rasanya jika dengan dia aku tidak bisa soalnya dia balesnya aja nggak pake emotikon*tears. Tapi aku tahu itu memang kebiasannya.

Hari ini, di malam yang telah larut ini, aku tiba-tiba ingin mengobrol dengannya. Menanyakan bagaimana rasanya Bali, apakah sudah bertemu bule, atau hal-hal lainnya yang menyenangkan. Namun aku berpikir kalau-kalau dia sudah tidur atau lelah. Aku pun mengurungkan niatku. Padahal saat ini rasanya aku sudah kangen dia. Membuatku lagi-lagi jadi makhluk melankolis. Oh God, ternyata aku menyayanginya, meski mungkin dia tak menyadarinya. Biarlah, yang penting aku di sini selalu mendoakannya, selalu mengingatnya di dalam hati. Take care ya Lin, di sana. Gapai impianmu, kejar cita-citamu.


Ternyata sudah pergantian hari ya, tidak terasa. Baiknya, ku akhiri dulu tulisan ini. Terimakasih sudah membuatku menulis, Lin. 



Dia dan Aku (Susah sekali menemukan foto yang hanya kami berdua)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar