Jumat, 05 September 2014

Bersyukurlah!

Selamat hari Jum’at!
Kini saya mau sedikit bercerita nih. Kemarin rabu, wali kelas saya membagikan formulir ke seluruh siswa di kelas saya, mungkin juga seluruh  kelas di sekolah saya. Formulir yang isinya nama, pekerjaan, dan gaji orangtua. Tujuannya dengar-dengar sih ada kaitannya dengan BOS.  Selama saya bersekolah di SMA, saya belum pernah mendapatkan dana BOS atau apalah itu yang bisa bikin spp jadi geratis. Catet ya sekali lagi: BELUM PERNAH! Saya jengkel banget, pasalnya temen saya yang orangtuanya jelas-jelas kaya, dari ujung rambut hingga ujung kaki pakeknya barang branded semua aja dapet. Lha saya? Saya ini anaknya siapa sih? Anak orang. Yaiyalah. Ha. Sebenarnya saya adalah anak dari seorang guru (ibu) dan bapak saya adalah seorang pensiunan PNS. Halah, yo gene PNS!-_- Iya emang PNS, tapi yang lain, yang kedua -ortunya PNS dan bukan PNS tapi kaya-, kok ya bisa dapet. Itu gimana cara ndatanya? J))))))). Sumpah bukan saya nggak bersyukur atau apa. Kalau misalnya siswa-siswa yang -ortunya PNS dan bukan PNS tapi kaya- itu juga nggak dapet potongan spp, saya nggak bakal iren. Kalo misal saya dapet, tapi yang lebih berhak dapet malah nggak dapet, itu artinya saya merampas haknya orang yang berhak itu. Saya nggak mau lah J)))) Intinya saya Cuma pengen dapet keadilan aja kok.
Daaaaaan setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata ada oknum-oknum tertentu yang melakukan manipulasi. Kamu bilang gaji ortu kamu sebulan sepuluh juta tapi nulisnya di formulir cuma tiga juta. Ada lho. Bayangkan, setengahnya aja enggak ada. Itu orang berkecukupan tapi kok memilih ‘memiskinkan diri’ ya? Nggak malu sama sepatu, tas, baju dll mu yang berbranded-branded itu? Saya nggak tahu sih seberapa besar orang yang melakukan perbuatan seperti ini, di dalam kasus ini atau dalam kasus lain.  Maafkan saya karena belum bisa mengingatkan mereka secara langsung, karena saya belum berani. Hanya lewat tulisanlah keberanian saya sedikit menyala.Mungkin setelah membaca ini, kalian yang melakukan perbuatan ini  akan mencaci-maki saya. Minimal nyumpah-nyumpahinlah dalam hati kalo ketemu. Nggak apa-apa.
Kalo ditanya apakah saya melakukan hal ini juga, saya bilang iya. Saya memotong satu juta dari gaji ibu saya. Misal sebenarnya lima juta jadi empat juta. Lha gene din, ngapain daritadi lo hina-hina kita sedangkan elonya sendiri berbuat begitu? Alasannya simpel sih, karena saya kasihan sama orangtua saya. Selama ini masih belum pernah dapat keringanan spp, sedangkan yang lain yang lebih kaya udah pernah. Sekali lagi saya suma kasian sama orangtua saya atas ketidakadilan. Lha yang mbayar spp nya kan, ortu saya. Saya sih cuma menyalurkan. Meski nanti juga berdampak pada uang saku saya.
Keinginan saya banyak, sebagian sudah mereka penuhi (dengan sukarela maupun berat hati), sebagian belum. Tentunya dengan jumlah uang yang saya sendiri belum bisa mencari. Masih banyak lagi yang saya inginkan untuk dimiliki, namun saya tidak tega untuk meminta lagi kepada mereka. Mereka sudah memberi saya terlalu banyak, memberikan uang saku, uang  jajan, sepeda motor, laptop, uang les, baju, tas, sepatu, kamar pribadi yang nyaman, kasur empuk, tak terhitunglah. Saya malu untuk meminta lagi. Meski kadang iri dengan apa yang oranglain punya, sedangkan saya tidak. Padahal mampu saja jika orangtua saya membelikannya untuk saya. Namun, satu kabar dari teman saya tadi malam mengingatkan saya bahwa saya harusnya banyak-banyak bersyukur lagi.
Salah satu teman saya sudah lama menginginkan sebuah sepeda motor. Hanya sebuah sepeda motor lho, yang kalo kalian semua minta ke ortu  dengan sedikit alasan ini itu pasti langsung dibelikan...paling nggak ya beberapa bulan sebuah sepeda motor akan langsung nangkring cantik di depan rumah kamu. Sedangkan teman saya itu? Dia adalah seorang gadis di usianya yang ke- 18 tahun ini bahkan sudah bekerja. Ia hanya menginginkan sepeda motor agar gampang bepergian, khususnya untuk ke sekolah. Di rumahnya sama sekali tidak ada motor. Dia lalu ikut arisan sepeda motor. Berbekal uang dari tabungannya dan uang dari kakaknya yang ada di jakarta (dia punya kakak yang telah menikah dan tinggal di Jakarta). Dia sudah menunggu beberapa tahun untuk memiliki sepeda motor ini, dan akhirnya beberapa bulan lalu ia ikut arisan sepeda motor.  Akhirnya kemarin ia mengambil motornya, dan entah kenapa dia bilang pada saya bahwa kakaknya yang berada dirumah ingin menjual sepeda motor barunya tersebut. Saya belum tahu, karena dia tidak mau menjelaskan di sms. Dan sampai sekarang saya belum bisa bertemu dengannya. Mendengar hal ini, hati saya sungguh tersentuh, saya menangis. Merasakan betapa hancurnya hatinya. Masalah terberatnya bukanlah ini, tapi justru karena itulah saya menangis. Melihat cobaannya yang datang silih berganti. Saya tahu, saya sangat tahu semua kisahnya selama hidupnya. Dan saya bahkan baru menyadari sekarang jika masalah saya selama ini sama sekali bukanlah apa-apa dibandingkan masalahnya.
Maafkan saya jika tulisan saya menyinggung kalian para pembaca. Bukannya mau sok suci atau sok pinter. Siapalah saya, sarjana hukum aja bukan pake ngomong keadilan segala. Sarjana hukum aja, bisa misuh-misuh di pom bensin. Tapi sekali lagi, saya cuma mau berbagi cerita. Bahwa ada lho kejadian seperti ini, ada lho orang-orang kayak gini. Lebih banyak bersyukur, ya! J


Tidak ada komentar:

Posting Komentar