Selamat hari Jum’at!
Kini saya mau sedikit bercerita nih. Kemarin rabu, wali kelas saya
membagikan formulir ke seluruh siswa di kelas saya, mungkin juga seluruh kelas di sekolah saya. Formulir yang isinya
nama, pekerjaan, dan gaji orangtua. Tujuannya dengar-dengar sih ada kaitannya
dengan BOS. Selama saya bersekolah di
SMA, saya belum pernah mendapatkan dana BOS atau apalah itu yang bisa bikin spp
jadi geratis. Catet ya sekali lagi: BELUM PERNAH! Saya jengkel banget, pasalnya
temen saya yang orangtuanya jelas-jelas kaya, dari ujung rambut hingga ujung kaki
pakeknya barang branded semua aja dapet. Lha saya? Saya ini anaknya siapa sih?
Anak orang. Yaiyalah. Ha. Sebenarnya saya adalah anak dari
seorang guru (ibu) dan bapak saya adalah seorang pensiunan PNS. Halah, yo gene
PNS!-_- Iya emang PNS, tapi yang lain, yang kedua -ortunya PNS dan bukan PNS
tapi kaya-, kok ya bisa dapet. Itu gimana cara ndatanya? J))))))). Sumpah bukan
saya nggak bersyukur atau apa. Kalau misalnya siswa-siswa yang -ortunya PNS dan
bukan PNS tapi kaya- itu juga nggak dapet potongan spp, saya nggak bakal iren.
Kalo misal saya dapet, tapi yang lebih berhak dapet malah nggak dapet, itu
artinya saya merampas haknya orang yang berhak itu. Saya nggak mau lah J)))) Intinya saya Cuma
pengen dapet keadilan aja kok.
Daaaaaan setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata ada oknum-oknum
tertentu yang melakukan manipulasi. Kamu bilang gaji ortu kamu sebulan sepuluh
juta tapi nulisnya di formulir cuma tiga juta. Ada lho. Bayangkan, setengahnya
aja enggak ada. Itu orang berkecukupan tapi kok memilih ‘memiskinkan diri’ ya?
Nggak malu sama sepatu, tas, baju dll mu yang berbranded-branded itu? Saya
nggak tahu sih seberapa besar orang yang melakukan perbuatan seperti ini, di
dalam kasus ini atau dalam kasus lain. Maafkan
saya karena belum bisa mengingatkan mereka secara langsung, karena saya belum
berani. Hanya lewat tulisanlah keberanian saya sedikit menyala.Mungkin setelah
membaca ini, kalian yang melakukan perbuatan ini akan mencaci-maki saya. Minimal
nyumpah-nyumpahinlah dalam hati kalo ketemu. Nggak apa-apa.
Kalo ditanya apakah saya melakukan hal ini juga, saya bilang iya. Saya
memotong satu juta dari gaji ibu saya. Misal sebenarnya lima juta jadi empat
juta. Lha gene din, ngapain daritadi lo hina-hina kita sedangkan elonya sendiri
berbuat begitu? Alasannya simpel sih, karena saya kasihan sama orangtua saya. Selama
ini masih belum pernah dapat keringanan spp, sedangkan yang lain yang lebih
kaya udah pernah. Sekali lagi saya suma kasian sama orangtua saya atas
ketidakadilan. Lha yang mbayar spp nya kan, ortu saya. Saya sih cuma
menyalurkan. Meski nanti juga berdampak pada uang saku saya.
Keinginan saya banyak, sebagian sudah mereka penuhi (dengan sukarela
maupun berat hati), sebagian belum. Tentunya dengan jumlah uang yang saya
sendiri belum bisa mencari. Masih banyak lagi yang saya inginkan untuk
dimiliki, namun saya tidak tega untuk meminta lagi kepada mereka. Mereka sudah
memberi saya terlalu banyak, memberikan uang saku, uang jajan, sepeda motor, laptop, uang les, baju,
tas, sepatu, kamar pribadi yang nyaman, kasur empuk, tak terhitunglah. Saya
malu untuk meminta lagi. Meski kadang iri dengan apa yang oranglain punya,
sedangkan saya tidak. Padahal mampu saja jika orangtua saya membelikannya untuk
saya. Namun, satu kabar dari teman saya tadi malam mengingatkan saya bahwa saya
harusnya banyak-banyak bersyukur lagi.
Salah satu teman saya sudah lama menginginkan sebuah sepeda motor. Hanya
sebuah sepeda motor lho, yang kalo kalian semua minta ke ortu dengan sedikit alasan ini itu pasti langsung
dibelikan...paling nggak ya beberapa bulan sebuah sepeda motor akan langsung
nangkring cantik di depan rumah kamu. Sedangkan teman saya itu? Dia adalah
seorang gadis di usianya yang ke- 18 tahun ini bahkan sudah bekerja. Ia hanya
menginginkan sepeda motor agar gampang bepergian, khususnya untuk ke sekolah.
Di rumahnya sama sekali tidak ada motor. Dia lalu ikut arisan sepeda motor.
Berbekal uang dari tabungannya dan uang dari kakaknya yang ada di jakarta (dia
punya kakak yang telah menikah dan tinggal di Jakarta). Dia sudah menunggu
beberapa tahun untuk memiliki sepeda motor ini, dan akhirnya beberapa bulan
lalu ia ikut arisan sepeda motor.
Akhirnya kemarin ia mengambil motornya, dan entah kenapa dia bilang pada
saya bahwa kakaknya yang berada dirumah ingin menjual sepeda motor barunya
tersebut. Saya belum tahu, karena dia tidak mau menjelaskan di sms. Dan sampai
sekarang saya belum bisa bertemu dengannya. Mendengar hal ini, hati saya
sungguh tersentuh, saya menangis. Merasakan betapa hancurnya hatinya. Masalah
terberatnya bukanlah ini, tapi justru karena itulah saya menangis. Melihat
cobaannya yang datang silih berganti. Saya tahu, saya sangat tahu semua
kisahnya selama hidupnya. Dan saya bahkan baru menyadari sekarang jika masalah
saya selama ini sama sekali bukanlah apa-apa dibandingkan masalahnya.
Maafkan saya jika tulisan saya menyinggung kalian para pembaca. Bukannya
mau sok suci atau sok pinter. Siapalah saya, sarjana hukum aja bukan pake
ngomong keadilan segala. Sarjana hukum aja, bisa misuh-misuh di pom bensin.
Tapi sekali lagi, saya cuma mau berbagi cerita. Bahwa ada lho kejadian seperti
ini, ada lho orang-orang kayak gini. Lebih banyak bersyukur, ya! J