hai! :)
Ini postingan pertama saya. Bingung mau post apa, dan akhirnya saya memutuskan untuk posting cerpen saya. jelek sih tapi juga namanya aja baru belajar.
happy reading!
Menunggu Pelangi
Masa SMP bagiku adalah masa yang sangat menyenangkan.
Masa-masa di mana aku bisa merasakan senang, sedih, tawa, dan tangis dalam
waktu hampir bersamaan. Itu karena aku punya banyak teman sekelas yang luar
biasa ajaibnya. Salah satunya adalah Rajeng.
Nama
lengkapnya adalah Rajeng Alissa. Panggilannya Rajeng. Kulitnya hitam namun
manis, orangnya baik, lucu dan ramah. Dia selalu menebar senyum manisnya saat
bertemu dengan orang yang dikenalnya. Dia sangat senang dan pintar dalam
bermain basket.
Dia selalu berhijab ke manapun ia pergi. Saat sekolah,
saat bermain, belajar kelompok, saat bermain basket pun jilbab masih setia
menghiasi kepalanya. Membuat ia ku kenal sebagai pemain basket yang solihah.
Bukan hanya karena ia berjilbab, tapi juga karena hatinya yang serupa
penampilannya.
Basket adalah olahraga yang sering sekali menjadi menu
dalam pelajaran olahraga di sekolah. Karena itu tak sedikit lulusan sekolahku
yang sukses dalam basket di sekolah mereka selanjutnya. Mungkin Rajeng pun
bersekolah di sini karena ini. Tapi entahlah, yang pasti aku bersyukur bisa
mengenalnya dan menjadi temannya.
Seperti
sekolah lainnya, di akhir semester SMPku mengadakan class meeting. Ada beberapa
perlombaan yang diadakan oleh sekolah, tapi yang paling terkenal adalah lomba
basket antar kelas. Lomba basket antar kelas merupakan perlombaan yang sudah
seperti tradisi di sekolahku. Rasanya classmeeting belumlah berarti tanpa
adanya lomba basket.
Dan di saat
itulah kelasku¾kelas IX F, unjuk kebolehan. Kelasku
memang kelas yang dipenuhi dengan cewek-cewek yang pintar dalam bermain basket.
Tapi yang paling pintar ya siapa lagi kalau bukan Rajeng dan Mega. Mereka berdua
menjadi suatu keunggulan tersendiri dalam kelas kami. Aku sih paling hanya
menjadi cadangan. Dalam lomba basket antar kelas, memang kerap sekali kelasku
menjadi juara 1 untuk yang putri. Kalau yang putra, kelasku hanya mentok sampai
juara 3.
Lomba basket
itu juga sering menimbulkan permusuhan antar kelas. Tidak supporter, tidak
pemain, sama saja. Semua musuhan. Yang supporter biasanya gara-gara saling
mengejek waktu kelasnya bertanding. Yang pemain biasanya karena bermainnya
kasar lah, egois lah, rebutan bola lah (kalau yang ini kebanyakan yang pemain
putri), dan lain sebagainya. Tapi meski begitu, kita semua tetap menikmatinya,
toh lama-lama permusuhan akan mereda dengan sendirinya seiring berjalannya
waktu.
^^^^
Aku, Rajeng dan beberapa teman lainnya seperti Dira,
Tami, Rara, dan Ratri sering berolahraga bersama menjelang kelulusan SMP.
Olahraganya apalagi kalau bukan basket. Kami
melakukan hal itu pada minggu pagi di lapangan basket sekolah. Di mulai dengan
pemanasan kecil, lalu bermain basket tiga lawan tiga. Tidak lama, karena memang
biasanya kita langsung capek karena hanya berlari mengikuti permainan Rajeng,
Dira dan Tami yang dominan. Lalu ketika haus kami pergi membeli minum di tempat
Pak Gun yang letaknya tidak jauh dari sekolah. Setelah itu, jika hari belum
terlalu siang kita bersepeda santai di alun-alun kota.
Di lain kesempatan, kita juga sering berolahraga dengan
hanya belajar memasukkan bola ke dalam ring sebanyak-banyaknya sampai kita
lelah, atau belajar lay up, dan belajar memasukkan bola ke dalam ring dalam
jarak tertentu. Jarak tertentu itu menurutku sangat jauh karena bolaku selalu
saja tidak bisa mencapai ring. Pasti saja di depannya. Dan aku selalu
terkagum-kagum melihat Rajeng yang bisa memasukkan bola dalam jarak tertentu
itu dengan mulus dan bisa sampai masuk.
Aku juga masih ingat terakhir kali kita berolahraga
bersama. Saat itu adalah minggu pagi seperti biasanya. Kicau burung masih
terdengar. Matahari masih malu menampakkan sinarnya. Waktu aku tiba di tempat,
Rajeng terlihat sedang mendribble bola dan Ratri sedang menglilingi lapangan
dengan sepeda merahnya.
Waktu itu seperti sebelum-sebelumnya, kita bermain basket
hingga lelah lalu membeli minum ke tempat Pak Gun. Setelah itu kita kembali ke
lapangan sekolah. Entah siapa yang memulai, kita mulai bernarsis-narsis ria.
Kita berpose di lapangan, di dekat ring, duduk, berdiri, di sepeda, membawa
bola basket, sampai di depan kelas kita¾IX F.
“biar besok bisa mengenang masa-masa waktu masih di
sini,” kata Rara si empunya ide.
Kini kita semua telah berpisah. Menapaki jalan hidupnya
masing-masing. Aku mendaftar di sekolah yang berbeda dengan teman sepermainanku
itu. Aku mendaftar di sebuah SMA negeri Favorit di daerahku. Dira di SMK yang
dekat dengan SMP kita, dan Ratri di SMA lain. Sedangkan Rajeng, Tami, Rara, di
SMK yang sama. Meski begitu kita masih sering berkomunikasi.
^^^^
Hari ini akhirnya kita berkumpul kembali setelah berbulan
– bulan tidak bertemu. Rasa kangen, haru, bahagia, semua terkumpul menjadi
satu. Kita saling bercerita tentang sekolah kita yang baru, MOS, teman-teman
yang baru, keadaan sekolah, guru, dan lain-lain. Juga tentang ekstra apa yang
kita jalani, sesibuk apa kita sekarang.
“eh Rajeng kalo kamu ikut ekstra apa? Basket ya?” tanyaku
“haha ya iyalah. Sama drumband juga, di suruh soalnya.”
Katanya sambil manyun. Di sekolah Rajeng memang begitu aturannya, bahwa siswa
junior alias kelass sepuluh yang baru saja masuk harus mengikuti ekstra wajib.
Ada dua pilihannya, yaitu drumband dan tonti.
“eh kalo pertandingan basket se Provinsi itu kapan ya?
Kamu ikut kan Jeng?” Tanya Tami
“besok bulan maret. Iya aku ikut seneng banget
deh.”katanya riang
“cie hebat deh temenku…eh kayaknya sekolahku juga ikut
tuh, wah sekolah kita saingan dong,” kataku
“hahaha nggak papa yang penting kita enggak kan.”katanya
sambil merangkulku
^^^^
Berminggu – minggu
kemudian…
Aku
menemukan sebuah status di beranda facebookku.
Rajeng Alisssa
Sakit banget ya Allah, berikanlah kesembuhan untukku L
5 × Like × Comment × Share
Aku mengerutkan kening. Sedetik kemudian aku mengetikkan beberapa
kata di kolom comment.
Rajeng Alissa
Sakit banget ya Allah, berikanlah kesembuhan untukku L
5 × Like × Comment × Share
Relishia Amanda
Kenapa e jeng?
Rajeng Alissa
Gapapa Shi :’)
Aku yakin kalau sudah
begini pasti Rajeng tidak mau cerita. Tapi aku masih penasaran. Akhirnya aku
pun SMS Tami menanyakan perihal tersebut. Lima menit kemudian Tami membalas
SMSku.
1 pesan diterima
Rajeng ada masalah
sama tangan kanannya Shi, dan minggu lalu baru aja dioperasi.
Aku belum cukup puas
dengan jawaban Tami, dan akhirnya kembali kuketikkan balasan.
Masalah tangan
maksudnya?? Kok ga ada yang ngabari aku?
1 pesan diterima
Tangannya
sakit. Maaf Shi aku juga belum lama tahu. Temen-temen sekelasnya kayak pada ngerahasiain
gitu deh.
Oh oke
gapapa. Udah jengukin belum kamu?
Belum Shi,
bareng yukkk
Yaudah ayok!
Akhirnya percakapanku
dengan Tami menghasilkan sebuah rencana. Menjenguk Rajeng.
^^^^
Cuaca minggu sore yang mendung tak menghalangiku untuk
pergi ke rumah Tami. Bukan tujuan sebenarnya tentunya, namun aku hanya akan
menjemput dia lalu pergi lagi ke rumah Rajeng bersama. Sebenarnya Rara juga
ingin ikut, tapi sekarang dia malah ada acara. Akhirnya kita pun hanya berdua.
Sampai di sana kita di sambut dengan senyuman manis
Rajeng. Dia benar – benar tidak mengira
kita akan ke sini. Bila di lihat dari luarnya, tampaknya dia sehat-sehat saja.
Tampi entahlah bagaimana perasaan hatinya.
Setelah dipersilakan masuk, kita memulai percakapan
sembari menonton televisi.
“Jeng, gimana keadaan kamu? Udah baikan?”
“udah kok Alhamdulillah, makasih ya udah mau jenguk,”
kata Rajeng sambil tersenyum manis.
“kamu sakit apa sih Jeng?” tanyaku penasaran. Aku memang
belum dapat informasi yang pasti tentang sakit Rajeng
“cidera tangan kanan Shi, gara-gara jatuh dari motor.
Tapi sekarang udah nggak apa-apa kok, udah dioperasi minggu kemarin.”
“yaampun jeng, kok nggak kabar-kabar sih ke kita.”
“iya nih, untung aku Tanya teman sekelasmu, Jeng.” Kata
Tami
“hahaha ya maaf deh tapi sekarang udah lihat kan aku
nggak apa-apa,” katanya sambil tersenyum
“terus ada yang perlu dihindari nggak?”
“ya hanya disuruh minum obat sih sama nggak boleh bawa
yang berat-berat, termasuk main basket.” Ada perasaan sedih saat rajeng
mengucapkan kata terakhir.
“apa Jeng? Nggak boleh main basket? Serius?”tanyaku yang
masih terkejut
“iya Jeng, kamu nggak bercanda kan? Berapa lama?” Tanya
Tami
“tiga tahun tanganku baru bisa sembuh total, dan tiga
tahun pula aku nggak boleh main basket.”jelasnya, masih dengan tersenyum.
Kami terdiam, masih meresapi kata demi kata yang
diucapkan Rajeng barusan.
“Rasanya kayak nonton sinetron,”celutukku tiba-tiba
“haha iya yah hahahha. Tapi aku yakin pasti ada hikmahnya
kok. Eh itu aku nggak suka banget Farel sama Luna, aku setujunya Farel sama
Rachel,” kata Rajeng saat melihat adegan di TV. Sengaja mengalihkan topik.
Sore itupun kami habiskan dengan bernostalgia dan
bercanda ria. Dan kemudian aku dan Tami pulang karena hari mulai gelap karena
sudah akan magrib dan mendung. Dan ternyata di perjalanan kami kehujanan. Kami
pun berteduh di gubuk kecil di tepi jalan.
Hujan. Ah, pas
sekali dengan perasaanku saat ini. Terlebih Rajeng. Bagaimana gadis itu bisa
tetap tersenyum saat menceritakan kepedihan hatinya. Yang merenggut sebagian
kebahagiannya.
Tiba-tiba hujan berhenti. Lalu muncul pelangi. Indah
sekali.
Pelangi hadir setelah hujan. Pelangi datang memberikan
keindahannya. Ah, pasti Rajeng sedang
menunggu pelanginya saat ini.