Kamis, 05 Januari 2017

Cerita Januari #1



Bismillahirrohmanirrohim....

Entah ada angin apa, aku duduk bersila di kursi plastik di kamar pribadiku. Menghadap ke sebuah meja yang kusebut meja belajar, dengan jari-jari mengetik di tombol-tombol keyboard laptop, kembali melakukan apa yang sudah lama aku tinggalkan. 

Buku yang semula sedang aku baca—mengenai kisah dari salah seorang 4 wanita penghuni surga—kuletakkan sejenak di sampingnya. Buku itu kupinjam dari seorang sepupu yang sangat hobi membaca buku. Meski belum bisa membeli buku-buku yang aku inginkan, setidaknya aku bisa meminjamnya dari orang-orang—yang Alhamdulillah saat ini selalu berlimpah kebaikannya sehingga mau meminjamiku—bagiku sekarang, bukan punya fisik buku tersebut namun punya ilmunya, ibarat mengenggamnya dalam hati dan akal. Intinya, sekarang pengin baca buku sebanyak mungkin.

Pagi dengan langit kelabu Kulonprogo. Pagi yang kesekian kalinya mendorong diri untuk mencurahkan sedikit kisah, berharap bisa memberi inspirasi, walau sedikit.

Tidak terasa, setahun telah berlalu. Waktu kini cepat sekali berlari. Bahkan aku masih terlena, masih belum sadar harusnya aku sudah harus memperbarui rencana-rencanaku. Selama bergantinya waktu ini, tentu banyak kisah kalian yang telah aku lewatkan. Momen yang menyesakkan dada, membuat haru, atau membahagiakan? Sudah sejauh mana kalian berkembang? Sudah sampai mana langkahmu menjejak? Aku sungguh ingin mendengarnya, aku pun ingin berbagi cerita juga...

Takdir memang tak pernah bisa kita terka. Ia mambawamu ke sebuah perjalanan panjang yang engkau sendiri tidak pernah membayangkannya. Begitu pula aku. Sungguh aku tak pernah mengingat kebaikan apa yang aku lakukan di masa lalu hingga kini aku berada di titik ini. Sebuah lingkungan, sebuah amanah, sebuah keadaan, dengan orang-orang baik, yang bertujuan sama, meraih ridho-Nya.
Sebentar lagi masa kuliahku memasuki semester empat. Masa yang sangat kritis bagi kami, anak diploma tiga. Di semester inilah kita bisa berpuas-puas menuntaskan segala amanah diri ini—amanah untuk berkegiatan non akademik, bersosialisasi, belajar kehidupan—, amanah yang membuahkan amanah yang lain –amanah organisasi, amanah masyarakat, atau amanah umat—namun tetap dituntut untuk tak lalai akan amanah orangtua.

Berorganisasi. Berorganisasi adalah hal yang sudah aku impikan sejak aku dibangku SMP bahkan SD. Namun kesempatan itu baru bisa aku tuntaskan saat di perguruan tinggi. Menyedihkan? Tidak, aku merasa bersyukur setidaknya aku telah berada dititik yang aku inginkan. UGM begitu memanjakan para mahasiswa/i nya untuk berkegiatan. Aku pandang lagi perjuanganku sejak Agustus, dua tahun yang lalu. Dari seorang gadis amatir yang berani-beraninya mendaftar ini itu tanpa pengalaman sama sekali --dan kebanyakan di tolaknya-- hingga kini masih menjadi gadis amatir, yang terus berusaha menempa dirinya agar menjadi pribadi yang semakin lebih baik dan lebih baik lagi.

Mungkin bagimu, itu terlihat tak berguna. Apa enaknya berlelah-lelah mengelola suatu organisasi tanpa bayaran, lelah capek, menyita waktu istirahat, menyita tenaga, menyita waktu belajar? 

Ya, semua itu memang terjadi. Namun semua itu akan terbalaskan di masa depan. Proses belajarnya, interaksinya, sukanya, dukanya, pengalamannya, akan tertanam kuat dalam diri pribadi yang sungguh-sungguh menjalaninya. 

Selamat datang masa yang baru. Diri ini mungkin tidak sebaik, semampu yang sebelumnya, namun aku akan berusaha. Genggam tanganku, doakan aku, ajari aku, nasehati aku, tegur aku wahai kawan seperjuangan. Kita melangkah bersama.

pic from : here


Kulonprogo, 5 Januari 2017




dini sadida

3 komentar:

  1. Tetap nulis din, kok cuma sampe februari, ini kan udah desember :'(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Soon sering2 nulis lagi bismillah, kamu juga dong de, ditulis pengalamannya di negeri seberang

      Hapus