Pagi tadi di kelas saya ada ulangan harian matematika. Bab turunan. Ulangannya sama kelas sebelah, yang juga sama-sama belum ulangan bab itu. Disaat yang lain udah pada santai, ngobrol, becanda ketawa-ketiwi di hall, wifian, kita-kita yang berada di ruang sidang samping hall, malah mumet mikirin soal. Ini jawabannya apa, ini caranya gimana. Pusing.
Jujur saja kalau saya sih semalam nggak belajar mempeng. Malahan saya nonton debat capres sampai acaranya selesai. Eh tapi itu juga penting, iya kan? Hehe. Saya hanya belajar pas sabtu malam sebentar terus tadi pagi habis subuh. Belajarnya juga nggak konsen gitu.
Jujur (lagi) kalau saya pas mengerjakan tadi banyakan ngelirik sebelah saya yang merupakan anak kelas sebelah. Karena beneran, saya nggak bisa ngerjainnya. Rumusnya aja udah nggak tau. Ini mau dikemanakan, itu mau digimanakan. Nggak tahu. Tapi emang soalnya juga susah kok, buktinya teman-teman lain juga banyak yang bisik-bisik "ssstttt....ssstttt....", "eh nomer ini gimana caranya". Bahkan ada yang sampai bersuara agak keras, padahal gurunya ada di belakang.
Begitu gurunya bilang bahwa waktu mengerjakan sudah habis, kami semua yang mengerjakan langsung kalang kabut. Ruangan mendadak jadi seperti pasar pagi. Kami dengan tidak malu-malu langsung beranjak dari tempat duduknya masing-masing. Berlari menuju temannya dan menyalin hasil pekerjaan temannya tanpa ragu-ragu. Bahkan saya sampai tabrakan dengan dua orang. Sedangkan gurunya masih asik di depan laptopnya. Saya juga nyalin pekerjaannya Maria, tapi sedetik kemudian saya sadar. Buat apa sih? Tuntas ya nggak tuntas aja. Lalu dengan hati pasrah, saya mengumpulkan lembar ulangan saya. Beberapa juga sudah mengumpulkan. Beberapa yang lain masih asyik menyalin jawaban temannya.
Sudah sejak beberapa waktu lalu saya berpikir. Apakah jaman sekarang, mencontek itu sudah sebegitu biasanya ya? Atau bahkan sudah menjadi budaya di kalangan pelajar? Bagaimana dengan masa-masa besok? Generasi setelah kita nanti, apakah kita akan memakluminya jika mereka mencontek? Atau apakah kita akan menasehatinya bahwa mereka tidak boleh mencontek? Sedangkan sekarang saja kita mencontek.
Mungkin bagi oranglain, masalah ini adalah masalah sepele. Atau bahkan ada yang tidak ingin membahasnya. Namun bagi saya, masalah itu adalah masalah mendasar. Masalah kejujuran.
Saya masih sering nyontek. Penyebabnya ada beberapa hal. Saya jengkel dengan teman lain yang memiliki nilai bagus karena nyontek. Bahkan teman saya yang cerdas pun, nyontek. Walaupun kalau saya amati, dia tidak pernah belajar. Tapi saya yakin sesungguhnya tanpa dia mencontek pun dia tetap memiliki nilai di atas rata-rata. Kedua, karena saya takut berada di rangking terakhir atau memiliki nilai terendah dari teman lain. Ya, saya takut. Takut dianggap bodoh lah, takut mengecewakan orang tua lah, dan sebagainya. Itu sih yang paling utama.
Tapi tetap, saya sadar bahwa mencontek itu nggak baik, mencontek itu nggak boleh jadi kebiasaan, dan mencontek itu sebisa mungkin dihindari. Saya nggak tahu, berapa orang di dunia ini yang berpikiran seperti itu. Mungkin sedikit. Mungkin satu di tiap kelas, mungkin hanya ada satu di setiap sekolahan. Tapi saya yakin pasti ada. Dan saya yakin, mencontek itu sesungguhnya merugikan.
"Kita boleh jadi gagal mendapat nilai bagus, tapi kita sukses memperoleh pelajaran terbaiknya. Jangan sebaliknya, kita boleh jadi sukses memperoleh nilai bagus, sukses lulus, tapi kita justeru sedang gagal total di ujian yang sesungguhnya. Dan jalan-jalan penuh harga diri serta kemuliaan itu padam, jalur-jalur itu gelap, untuk kemudian menyala-lah jalur-jalur, jalan-jalan yang berbeda lagi." -Tere Liye
Hari ke-1. 21 hari menulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar